LUPA

Lupa..
Untukmu yang melarangku mengingat. Aku senantiasa hadir dalam bayangmu, namun tak kunanti, aku masih mengingat harum mu, namun tak dapat kusentuh dirimu bahkan dengan rindu sekalipun.

Malam itu hujan tak kunjung berhenti, namun aku tetap pergi, pergi dari apa yang kau sebut kita, pergi menuju senja, mengikuti alur yang tak teratur, berselimut dalam kemelut, karena belum lama kita sirna.

Terbawa oleh yang mereka bilang rasa, menghancurkan logika, dan menguburnya hanya untuk tawa.

Aku tak sendiri, tak pernah sendiri, hanya saja aku tercerai berai, menyatukan aku yang tak pernah mudah menjadi tuju, tuju yang tenggelam terlalu dalam di dasar kalbu.



Terima kasih untuk lupa, karena lupa menyembuhkan ingatan yang sakit, selama lupa sadar dimana ia di tempatkan. Selama ingatan bisa di ajak berunding.

Dua cangkir kopi begitu saja kosong selama beberapa saat kuhabiskan waktuku dalam hening di bangku reot itu, sebungkus rokok sirna, aku menatap buku di sampingku sambil sesekali membuka halaman yang secara acak kubaca, dengan harap huruf-huruf itu mampu hinggap mengganti sel-sel ku yang mungkin rusak karena derasnya asap.

sesekali ku berdoa, aku yang tercerai berai tidak terlalu lama nyasar di luar sana.

Komentar