Pulang Joni !

"Dalam kebersamaanmu kutemukan semu, berlari menuju pening, memuja sesuatu yang sesungguhnya hanya denting, goncang bersama angin dan melepas kesadaran dalam gunjing, sahabatku, kau tahu benar apa itu nyaring.."

Joni menenggak minuman cap kuda jongkok, yang membuat kepala serasa berputar ke alam lain, ber alaskan spanduk caleg yang ia cabut setelah pulang ngamen di jalan ibukota, pikir Joni hanya, ia ingin pulang, dalam hal ini menuju rumah yang kerap ia dengar dari orang-orang yang ia temui di dalam bus kota, kereta dan terminal, saat bertanya kepada siapapun tentang kemana manusia-manusia itu menuju dalam ruang pertemuan, perpisahan dan alat yang mengantarnya.

Pulang menjadi alasan, dan pergi seolah menjadi tragedi di Ibukota, saat semua tak berjalan seperti yang dicita-citakan, mulai dari kemacetan yang mulai di biasakan untuk mampu di terima,  kereta yang senantiasa bermasalah hingga banjir saat musim hujan yang membuat resah baik mereka yang kerap menjadi korban ataupun mereka yang memikirkan arah pulang dan pergi saat jalan-jalan mulai banyak yang terendam.

Joni hidup dalam hiruk pikuk kota yang menjanjikan banyak hal saat melihat keramaian menyelimutinya, ketika tengah malam Joni hidup dalam alam pikiran mengenai banyak pertanyaan yang tak mampu ia jawab secara keseluruhan, dan ia tanggalkan untuk menyelam dalam khayal pengaruh zat kimia, ia tak mampu menjawab tentang pulang seperti kebanyakan dari manusia yang ia temui, baginya rumah adalah spanduk caleg yang ia jadikan alas, terpal dan bermacam hal yang mampu menopang tubuhnya.

Saat mentari tiba, senyum Joni merekah bersama dengan terbitnya sang surya, terutama bila semalam ia bermimpi tentang Emak yang telah ia tinggalkan selama bertahun-tahun, karena Joni tak memahami apa arti pulang saat ini, tinggal di kampung untuk mencangkul bertolak belakang dengan mimpinya yang terlahir saat menonton sinetron yang menjanjikan orang baik akan kaya di kota tanpa menjelaskan proses bagaimana, Joni berhenti beribadah seperti umumnya yang di lakoni kebanyakan orang, baginya bumi yang ia pijak adalah ruang pertemuannya dengan tuhan, yang senantiasa ia renungkan tanpa mampu ia ungkapkan.

Komentar