Semesta Rasa

"Dalam kenyataan yang ada buat kita memahami, dalam sebuah cerita yang kita harapkan dapat membuat kita bernyanyi, sebuah bingkisan anugrah yang bernama tawa, dalam hingar bingar yang kita anggap realita, dirimu ada, ada untuk cukup dapat membuatku merasa".

Waktu seolah hadir tanpa kita inginkan, saat kita lahir  hal itu bersentuhan dengan tubuh mungil yang menunggu tiadanya saat akhir, mempelajari cara berucap hingga pandai menggunakannya, menggunakan kaki langkah demi langkah, hingga tak ada lagi yang menghitungnya, beragama sebagai sebuah waris yang tak terelakkan, dan mungkin juga tidak dalam proses pencarian tuhan.


Kita di hadapkan dalam sebuah pertemuan yang penuh cerita dan perpisahan dimana diantaranya kita meneteskan air mata, kita melihat baik secara langsung ataupun tidak langsung, bagaimana mereka yang bernasib baik dengan cerianya, dan yang kurang beruntung dengan nanarnya, atau mungkin kita merasakannya secara langsung berbagai hal tersebut.



Kita melihat kesewenang-wenangan yang terjadi di kehidupan sehari-hari, saat sedang acuh maupun tak acuh, karena keterbatasan diri yang tidak mungkin merubah dunia hanya sekedar dengan keinginan dalam hati, yang bisa kita lakukan hanya berharap itu tak menimpa kita dan orang-orang yang kita sayangi, debu dan bising jalan menjadi saksi saat kita sama-sama marah dan sekaligus menertawakan diri tatkala semua berjalan tidak seperti yang kita harapkan.

Tersenyum saat keheningan malam menyisakan diri kita hanya oleh dinginnya udara, berdo'a menghadap langit berharap sunyi mampu membuat Tuhan mendengar lebih jelas meski kita mengucap dengan sangat perlahan hingga menyatu dengan gelombang semesta, keluar dari atmosfir bumi dan di terima oleh antena yang maha kuasa sebagai sebuah pengharapan tulus, bukan hanya untukku, namun juga untukmu, dan berbagai makhluk yang rindu keindahan dari sebuah keajaiban rasa.

Komentar