Jalan Keadilan

Nama bapak paruh baya itu Indra Azwan, ia berjalan kaki dari malang hingga Jakarta, bukan untuk memecahkan rekor jalan kaki, atau sekedar mencari sensasi, alasan ia melakukan itu untuk ketiga kalinya adalah untuk keadilan yang ia dambakan, putranya Rifky Andika tewas 19 tahun lalu sebagai korban kecelakaan, di tabrak oleh seorang anggota polisi di tahun 1993, kasusnya di sidangkan di tahun 2008 dengan kebebasan yang di dapat oleh sang polisi karena kasusnya di anggap terlampau lama dan secara hukum di anggap kadaluarsa.

Plato mengatakan keadilan adalah suatu kualitas jiwa dimana dan demi itu manusia di minta  menyisihkan keinginan irasional untuk mencicipi kenikmatan dan mendapatkan kepuasan egois dari setiap objek dan mengakomodasikan diri mereka kepada keluarnya satu fungsi untuk kepentingan umum.

Dari kasus yang terjadi terhadap Pak Indra, apakah keadilan yang di tuntut mengenai kasus yang menimpa dirinya berhubungan dengan kepentingan umum bila di selesaikan secara adil, Plato pun berpandangan bahwa keadilan adalah penyembuh daripada kejahatan, keadilan yang di terima oleh individu dalam permasalahan adalah sebuah cerminan dari berjalannya sistem keadilan yang di dengungkan.
  
kata keadilan pun menjadi bagian dari Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia, Sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, keadilan yang tak pandang bulu di lihat dari status sosial apapun, bila berjalan dengan semestinya. 

Pak Indra gagal bertemu Presiden untuk mengembalikan uang yang di terima saat sebelumnya bertemu, ia juga tak mendapatkan keadilan yang diinginkannya di negri ini, dengan ransel sederhana, bendera Indonesia dan barang bawaan seadanya ia melanjutkan berjalan kaki ke Mekkah, untuk apa yang ia katakan sebagai perjalanan jihad mencari keadilan dengan berbagai resiko yang ia siap untuk hadapi, dalam sebuah perbincangan di sebuah acara Mata Najwa ia berujar "hukum Indonesia tumpul di atas dan tajam ke bawah". Instruksi Presiden untuk membantu pencari keadilan pun tak terdeteksi dimana berjalan dan mengarah kemana, perjalanan pun di lanjutkan menuju keadilan, sebuah tempat dimana dapat menyembuhkan bukan saja bagi yang memperjuangkannya, namun juga bagi yang diam karena enggan bersentuhan dengannya.





Komentar