Catatan Seksi

aku tahu kamu menungguku saat itu, aku yang tak kunjung datang, dan aku yang tak memberi kabar, namun sebenarnya aku juga menunggumu, hanya saja kau tak menyadarinya, aku menunggumu dalam ketiadaan, dalam keinginan yang tak jua surut, aku menunggumu dalam hias otak harapan untuk segera menemuimu saat  itu dan berkelakar bersamamu.

Ya, di kala senja aku kerap melamunkanmu, baik itu secara sadar ataupun tidak, seolah tubuh dan imajinasi berjalan otomatis melompat dari ruang ke ruang, menembus batas dimensi antara kau dan aku, dan kita sama-sama dalam posisi menunggu.

Sehari sebelum kamu pergi dengan suatu alasan yang masih tak dapat kuhindari bahwasannya itu sangat menghiraukan, kita habiskan malam yang pendek itu bersama, kita naik metromini, turun lagi, kita naik mikrolet turun lagi, dan akhirnya kita naik Taksi hingga sampai kerumah kita masing-masing, kita lewati malam itu dengan sedikit canda dan penasaran, ku ajak kau ke toko buku dan kemudian makan malam di Café pinggir Jalan yang saat itu memutar musik dari Cranberries yang berjudul Linger, ya lagu itu pun seolah otomatis berputar tatkala senja kembali ingatkanku pada memori itu.

Kita berdebat akan banyak hal, tentang kebebasan, tentang emansipasi dan berbagai macam hal yang sekiranya membuat kita tak jenuh daripada sekedar saling memandang, dan bermesra-mesraan, namun aku pun tak memungkiri, bahwa aku suka memandangmu, tatkala kau tertawa, tatkala kau mengunyah cemilan, dan terlebih saat kau juga memandangku..

Terkadang kenyataan dapat mirip kisah-kisah dalam film memang..

Maukah kamu sedikit melihat meski tak banyak, karena aku tahu banyak waktumu tersita kini, dan kekinian merubah segala sesuatunya, kau bukan lagi seperti dulu, kuanggap kau lebih baik, balutan gaun berwarna merah dan gincu yang mengkilat saat terkena sinar lampu, ya, kau terlihat berbeda, sedangkan aku tetap ingin serupa, karena rupa adalah imaji, dan imaji hanyalah maya dalam warna dan cahaya.

Kebebasan, topik itu adalah yang paling kuingat dalam pembicaraan kita, ketika dirimu berkata, “AKU INGIN BEBAS..

Wow, aku sempat tercengang jujur saja, kata itu cukup cerdas terlontar dari spontanitasmu, dirimu yang mampu membeli banyak hal masih merasa butuh kebebasan, ya, Aku yang menghabiskan tahun terakhir dalam kostum putih abu-abu di sebuah terminal di Jakarta menganggap ide kebebasan adalah sesuatu yang sangat  mahal, seorang temanku yang hidup bebas di bawah kolong jembatan suatu ketika pernah berkata, “ Gid, dalam setiap khayalan gue, gue selalu ingin menjadi orang yang bebas, hingga akhirnya ia tewas setelah banyak menenggak minuman keras, menjadi bangkai beberapa saat tanpa ada yang menolongnya, kemudian terlupakan begitu saja, aku ingat sekali ketika jenazah tanpa KTP itu harus di makamkan di sebuah Nisan Tanpa  nama pasti, dan di urus oleh warga kontarakan dimana ia tinggal tanpa ada satu pun yang jelas dapat di sebut keluarganya.

Ivan, aku mengenalnya sebagai Ivan, dan aku tak tertarik saat itu untuk menanyakan apa itu nama aslinya atau tidak, namun cita-cita Ivan dalam kata kebebasan, hingga kini melekat di telingaku.

Perempuan itu bernama Nadya, ia terduduk tersenyum sesaat setelah ia menikmati minuman bersoda, dan berkata aku ingin bebas…

Entah kini ia bebas atau tidak, yang pasti ia berusaha, untuk terlihat sebagai kebebasan itu sendiri..
Dan tukang Kacang Rebus Pun menjadi Saksi, tercengang melihat wanita bergaun merah turun dari taksi, memakai pakaian Seksi, asik main Blackberri sambil ketawa-ketiwi, hingga di jemput sang lelaki dengan dasi kupu-kupu bergaya banci, sambil lirik sana lirik sini..
Andai aku yang melihatmu, sudah pasti aku kan bersiul dengan gagah berani.. :-)

Komentar