Warung Kopi (tutup)



Sebatang rokok kretek, dan secangkir kopi pahit, suasana dalam kamar 3x4 meter, aku duduk terdiam di iringi tembang Muse, dinamika pemikiran yang tidak hebat terus hidup di dalam isi kepala, perasaan ini pun biasa-biasa saja..
Satu ruangan bersama cimot sahabat saya, yang warungnya bangkrut akibat sepinya pembeli tiga bulan terakhir, dia terlelap di samping saya, wajah melas merona menyatu dengan lelah dan kaos oblong, dunia hitam putih tak lagi kuasa di tengah mobilitas semu yang berada di ruang yang biasa kita sebut kota,.
Dunia saya mungkin tak luas di samping pengetahuan saya yang terbatas, saya semakin melihat kacau menggalau diantara realita dan kebohongan , ilmu yang di dapat dari bangku sekolah negri ini masih saja selalu mendahulukan wacana di bandingkan fakta, kita di minta fokus memperhatikan perubahan yang di bawakan media, dan kita dibuat lupa oleh realita yang terjadi dekat di sekitar kita, dagelan pun kerap dijadikan referensi diskusi dimana saja, dimana saja kawan.. dimana saja..
Cimot lelah karena dia merasa kalah, kalah oleh apa yang mereka sebut sebagai kompetisi bebas, kalah oleh trend dan berbagai rupa yang kita umum sebut itu dinamika zaman, warung kopi sepi berganti tongkrongan hingar bingar lampu kota, temaram hilang di telan perubahan.. warung kopi pun tutup entah untuk sementara atau berapa lama, saya punya kenangan terhadap warung kopi dimana saya kerap berbincang apa saja dan menulis tentang apa saja di sana, bukan warung kopi ala mall yang harganya tak cocok untuk kantong di kemeja atau celana pendek saya.. disana saya saya hanya duduk memperhatikan mereka yang merasa eklusiv karena mampu membeli kopi dengan uang biru ala Indonesia, di warung kopi yang tutup malam ini kini saya meraa kesepian tanpa hadirnya, melihat cimot yang bermimpi tertidur tanpa alas sungguh miris rasanya..
PS : Mot ini saya ada uang buat beli rokok, bangunlah dari tidurmu dan jalankan warung kopimu, tak peduli siapa yang membeli karena warung ini akan senantiasa seksi,, hehehe

Klender 22.1.2010
SKA

Komentar